Pagi itu, sekolah Brawijaya kedatangan murid di kelas XI IPS 3. Siswi baru itu cukup mengundang banyak perhatian. Sekilas wajahnya mirip artis Pevita Pearce. Ya, dia memang keturunan bule, wajahnya sedikit indo dan tubuhnya cukup proporsional. Senyumnya pun manis. Dia datang bersama Bu Winda, guru matematika kelas XI. Gadis cantik yg kemudian diketahui bernama Tiara ini mempekenalkan dirinya di depan kelas yang membuat banyak mata terpesona. Dan ternyata lesung pipi menghiasi pipi sebelah kanannya.
"Hai, sorry gue boleh duduk di sebelah lo?" Ucap Tiara, kepada Monic.
"Disini?" Tanya Monic balik sembari menunjuk kursi kosong disebelahnya kanannya.
"Iyalah. Boleh?" Tiara masih tersenyum dan kemudian dipersilakan duduk oleh Monic.
Bel istirahat pun berbunyi.
"Ke kantin yuk, Mon!" Ajak Tiara sambil merapikan buku-bukunya.
"Gue pinjem buku sosiologi sama diktat matematika dong!" Tiara dikagetkan oleh kedatangan seorang cowok ke meja mereka, tanpa kata 'permisi', 'maaf' atau pun 'tolong'. Lalu, Monic memberikan apa yang diminta Putra, nama cowok tersebut. Tiara membacanya di bordiran nama di bagian dada sebelah kanan. Setelah itu dia pergi begitu saja, bahkan tanpa mengucap kata 'terima kasih'.
"Siapa dia?" Tanya Tiara, dengan nada yang agak sedikit sewot.
"Cowok gue." Jawab Monic singkat.
"Kurang sopan ya? Dia emang kayak gitu ya?" Tanyanya lagi. Monic menoleh sedikit, lalu berpaling. Tiara menyesali keingin-tahuannya yang begitu besar, yang mungkin bisa saja membuat Monic risih.
"Eh iya, lo nggak ke kantin?" Tanya Tiara sembari mencairkan suasana.
"Nggak. Lo kalo mau ke kantin, jangan sampe salah masuk. Kantin anak kelas X sama XI itu di lantai 2. Anak kelas XII kantinnya yang di bawah." Monic menjelaskan.
"Oh, harus ya dibedain kayak gitu?" Tanya Tiara lagi dan sedetik kemudian dia menyesali kata-katanya barusan. Namun Monic hanya terdiam.
"Sorry ya kalo gue banyak nanya. O iya, lo boleh nggak mau makan, tapi jangan sampe nolak buat temenin gue ke kantin. Please, gue nggak tau makanan-makanan enak disini." Tiara beralasan. Padahal tujuan utamanya adalah untuk mengajak Monic makan.
Akhirnya mereka berdua berjalan beriringan ke kantin. Tiara melihat penjual kue-kue basah di kantin dan segera menghampirinya. Dia membeli 2 pastel, 2 sosis solo dan 2 lemper.
"Nih buat lo!" Tiara memberi bungkusan plastik pada Monic dan Monic menerimanya dengan raut muka aneh.
"Hm, nggak usah. Gue tadi pagi udah sarapan kok." Monic tersenyum kecil.
"Lo nggak boleh makan makanan gini, nanti gendut." Putra muncul dari belakang dan merebut plastik dari tangan Monic.
"Terus kenapa kalo dia tambah gendut? Ngaruh buat lo?" Tiara sewot, dia mungkin baru kenal sama Monic, tapi dia nggak suka ada perlakuan kayak gini ke temennya.
"Ngaruhlah! Dia cewek gue! Kenapa? Lo nggak suka?" Putra nggak suka sama ucapan-ucapan Tiara. Tiara lalu menarik tangan Monic dengan cepat, menuju kelas.
"Lo lagi gila ya waktu terima dia buat jadi cowok lo? Dia terlalu kasar buat jadi seorang cowok!" Tiara berbicara secara berbisik, dengan nada meninggi sambil terus berjalan.
"Tiara." Monic menghentikan langkahnya, diikuti Tiara. "Bisa nggak kita memulai pertemanan ini sebagaimana mestinya? Kita bahkan belum kenal lebih dari 24 jam. Menurut lo, apa lo pantes buat mengurusi segala urusan gue?" Tiara diam. Monic berjalan cepat menuju kelas.
Baiklah, point pertama hari ini, Tiara tidak akan lagi mencampuri urusan Monic dan Putra. Biar bagaimanapun, Monic tetap temannya. Teman barunya. Feeling Tiara mengatakan, Monic akan membutuhkannya suatu saat nanti.
******
Pagi ini, Tiara sampai di sekolah pukul 6.50, 10 menit sebelum bel pertama berbunyi. Ketika sampai di kelas, Tiara tidak mendapatkan Monic di tempat duduknya. Tiara lalu berjalan menuju mejanya, nggak lama kemudian, tubuhnya serasa didorong oleh seseorang. Saat dia menoleh, ternyata Monic. Monic menutupi mukanya dan nafasnya agak tersengal. Tiara tau ada yang nggak beres sama Monic, tapi dia menghargai privasi Monic, dan tidak mau mengusiknya walaupun hatinya penuh dengan tanda tanya.
Tiara berusaha terlihat tidak perduli, padahal sebenarnya dia ingin memeluk Monic saat itu juga. Apalagi saat istirahat, seperti biasa Putra datang ke kelas dan menarik Monic dengan kasarnya keluar. Tiara ingin menarik Monic, namun ia teringat peringatan dari Monic kemaren, lalu Tiara mengurungkan niatnya.
"Putra emang kayak gitu." Ucap sebuah suara dari belakang. Tiara menoleh. Siska.
"Monic? Apa emang kayak gitu juga? Maksudnya, dia termasuk si miss yes?" Siska duduk di tempat Monic duduk.
"Putra itu cowok paling kasar. Setiap cewek yang suka sama dia, kayak di hipnotis, mereka jadi apa aja yang Putra mau. Apalagi sekarang Putra sama Monic. Monic itu sama kayak yang lo bilang, miss yes. Jadinya begitu deh, Putra makin jadi, Monic posisinya makin lemah." Siska menjelaskan panjang lebar. Sementara Tiara hanya mengangguk.
******
1 bulan, 2 bulan dan 3 bulan berlalu. Hebatnya, Tiara masih betah berada di posisi yang sama, diam. Ini adalah rekor terbarunya. Namun pagi itu tampak aneh. Monic, untuk pertama kalinya selama 3 bulan belakangan ini nyuekin dia, menariknya dengan halus, menuju kamar mandi.
"Kenapa, Mon?" Tanya Tiara khawatir. Namun Monic malah tersenyum.
"Lihat deh!" Monic memperlihatkan pergelangan tangannya, agak sedikit membengkak, juga bagian paha yang banyak memar.
"Lo seneng? Lo bahagia? Diperlakukan kayak gini sama orang yang nggak pantes disebut cowok?" Tiara mulai sewot.
"Ini bukti. Bukti putusnya gue sama Putra. Semalem, pas Putra dateng ke rumah, gue minta putus. Dia emosi, dan sebagai hadiahnya ya ini. Walaupun begitu, gue bahagia bisa bebas dari semua perlakuan-perlakuan kasarnya.
"Welcome to the single world!" Tiara memeluk Monic erat. Sangat erat.
"Makasih ya, selama ini udah jaga hubungan pertemanan kita. Selama ini udah nggak ngurusin urusan gue. Dan akhirnya itu yang bikin gue sadar, bahwa ini semua nggak baik buat gue." Monic kembali memeluk Tiara.
"Kalo waktu itu lo nggak ngelarang gue, sampe kapan juga gue nggak bakal berhenti buat ngurusin masalah lo sama Putra! Tapi karena udah ada SP 1, gue jadi takut gitu sama lo haha." Tiara merangkul Monic dan mereka berjalan menuju kelas.
"Dan sekarang udah bisa makan sepuasnya dong? Nggak perlu kedatangan tamu tiap istirahat? Hahaha." Ucap Tiara lagi. Dan Monic hanya menaik-turunkan alis tebalnya sambil tersenyum. Dan mengucapkan terima kasih pada Tuhan, karena boleh memiliki sahabat seperti Tiara. (Oleh Pramesti)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar